Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) alias Omnibus Law Keuangan resmi dilanjutkan menjadi RUU Usulan DPR RI pada pekan lalu.
Dengan disahkannya RUU Omnibus Law Keuangan pada sidang paripurna Selasa (20/9/2022), dengan demikian juga masuk di dalam RUU prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2023.
Wakil Ketua Komisi XI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amir Uskara menjelaskan sektor jasa keuangan saat ini diatur secara sektoral dan tidak menyeluruh, sehingga perlu diatur dalam bentuk perundang-undang khusus yang lebih luas cakupannya dalam mengatur sektor keuangan.
RUU PPSK ini, kata Amir difokuskan pada penyempurnaan regulasi yang sudah ada, penataan kembali segala bentuk kewenangan, menguatkan koordinasi, dan mekanisme teknis penanganan sektor jasa keuangan akan diatur lebih dalam.
Sederet aturan sektoral akan dirombak di dalam RUU PPSK, mulai dari aturan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hingga Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Dari fungsi-fungsi KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), kita gabungkan semua di situ. LPS-nya bagaimana, BI-nya bagaimana, tampilan keuangan bagaimana. OJK di dalam Tim KSSK. Sekaligus menyempurnakan beberapa pasal yang ada di undang-undang yang ada di KSSK," jelas Amir saat ditemui di kantornya pekan lalu, dikutip Senin (26/9/2022).
Tercatat ruang lingkup di dalam RUU PPSK ini akan mengatur ekosistem sektor keuangan yang meliputi 19 hal, diantaranya kelembagaan, perbankan, pasar modal baik itu pasar uang, dan pasar valuta asing, perasuransian, asuransi usaha bersama, program penjaminan polis.
Hal lainnya di dalam RUU PPSK meliputi usaha jasa pembiayaan, usaha modal ventura, dana pensiun, kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi, lembaga keuangan mikro, konglomerasi keuangan, inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK), penerapan keuangan berkelanjutan.
Kemudian yang akan diatur di dalam RUU PPSK juga termasuk inklusi keuangan dan perlindungan konsumen, akses pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, sumber daya manusia, stabilitas sistem keuangan, dan sanksi.
Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia dari draft RUU PPSK Usulan Komisi XI per tanggal 20 September 2022 berikut perubahan jika dibandingkan dengan undang-undang eksisting.
Dalam pencegahan dan penanganan krisis keuangan, KSSK bukan hanya menangani masalah bank sistemik, namun kini cakupannya diperluas menjadi lembaga jasa keuangan sistemik.
Amir bilang, selama ini hanya perbankan yang masuk di KSSK, padahal permasalahan yang paling banyak ditemui oleh masyarakat di Indonesia adalah persoalan asuransi.
"Jadi kita perluas menjadi sektor keuangan, karena selama ini keluhan dari masyarakat ini asuransi bukan dari bank. Relative perbankan itu sudah ada di koridor yang benar... Tapi asuransi kan banyak sekali," jelas Amir.
Termasuk kata Amir yang akan masuk di dalam sistem keuangan adalah mengenai financial technology (fintech). "Ya itu diakomodir semua disitu, artinya yang selama ini belum terakomodir di undang-undang jadi kita masukan."
Kemudian dari sisi keanggotaan, dalam UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang KSSK berubah dari Ketua DK LPS sebagai anggota tanpa hak suara, menjadi Ketua DK LPS masuk sebagai anggota dengan hak suara.
Dengan demikian, berdasarkan RUU PPSK Pasal 4, anggota KSSK akan meliputi:
- Menteri Keuangan sebagai koordinator merangkap anggota dengan hak suara
- Gubernur BI sebagai anggota dengan hak suara
- Ketua DK OJK sebagai anggota dengan hak suara
- Ketua DK LPS sebagai anggota dengan hak suara.
Mengenai pengambilan keputusan, pengambilan keputusan KSSK dilakukan dalam rapat KSSK secara musyawarah mufakat, jika tidak tercapai pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
Adapun jika suara terbanyak tidak tercapai maka pengambilan keputusan, Menteri Keuangan sebagai koordinator KSSK harus mengambil keputusan atas nama KSSK.
Pada aturan sebelumnya, pengambilan keputusan dilakukan oleh Menkeu, Gubernur BI, dan Ketua DK OJK. Sementara Ketua DK LPS berhak menyampaikan pendapat, namun tidak berhak memberikan suara dalam pengambilan keputusan.
Dalam pandangan Komisi XI, kata Amir pengambilan keputusan oleh Menkeu karena berkaca pada penanganan pandemi Covid-19 silam, di mana banyak sekali persoalan di sektor keuangan yang harus diubah kebijakannya.
Kendati demikian Amir menekankan bahwa usulan ini belum bersifat final, karena masih akan menunggu pandangan dari pemerintah dalam pembahasan berikutnya.
"Kan bisa jadi persoalan, makanya (Menkeu) kita kasih kewenangan, tapi ini sekali lagi baru draft ya. Jangan kita anggap ini final dan akan diskusikan. Kita ingin ada pengambilan keputusan yang cepat. Kalau di posisi tertentu harus ada yang mengambil keputusan itu," jelas Amir.
Adapun di dalam RUU PPSK usulan Komisi XI terdapat satu klausul tambahan mengenai sekretaris KSSK yang harus ditunjuk dari Eselon I Kementerian Keuangan. Agar koordinasi antara koordinator KSSK yang dibuat Menkeu menjadi mudah.
"Hitungan kita itu, menteri keuangan itu kan koordinatornya, makanya yang paling bagus koordinasinya itu kan sekretarisnya kan kuncinya, dia bukan pengambil kebijakan," ujar Amir.
Dalam RUU LPS, kewajiban LPS kini ditambah bukan hanya menjamin simpanan dana masyarakat di perbankan, namun juga harus menjamin polis asuransi.
Artinya akan ada beberapa wewenang yang nantinya harus dijalankan oleh LPS untuk menjalankan program penjaminan polis ini. Mulai dari penetapan iuran awal dan berkala dari perusahaan asuransi, hingga ketentuan pembayaran penjaminan polis.
"Baru kita wacanakan, ada juga penjamin asuransi apakah akan diambil alih oleh yang ada sekarang atau kita bikin lembaga lain yang mengikuti untuk mengcover asuransi," jelas Amir.
"Makanya kan kasian masyarakat yang bermasalah di asuransi. Kita mau ada penjamin, gimana caranya kita akan diskusikan. Apakah memakai LPS yang ada sekarang atau lembaga baru lagi," kata Amir lagi.
Lebih lanjut, di dalam RUU PPSK, LPS juga bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan aset dan kewajiban penyelenggaraan program penjaminan polis, serta memisahkannya dengan pencatatan aset penjaminan simpanan.
Adapun struktur organisasi LPS akan bertambah, termasuk pimpinan, unit kerja, dan SDM ikut bertambah.
Mengenai jenis asuransi yang akan diatur LPS, kata Amir sampai saat ini masih akan terus dibahas oleh otoritas terkait. Mengingat terdapat berbagai jenis asuransi di Indonesia, mulai dari asuransi kesehatan, pendidikan, kendaraan, dan lain sebagainya.
Aturan paling mendasar yang diatur di dalam RUU PPSK mengenai Bank Indonesia (BI) adalah merubah definisi BI.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal tertentu yang secara tegas diatur dengan Undang-Undang.
Selain itu, mandat BI sebagai bank sentral juga ditambah, bukan hanya memelihara stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan. Namun, kini BI juga harus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kalau pertumbuhan ekonomi jadi tanggung jawab semua sektor, kita juga mau BI punya tanggung jawab disitu, kalau misalnya semua diserahkan ke pemerintah saya kira salah juga," terang Amir.
Salah satu poin penting dalam RUU tersebut juga mengenai kebijakan suku bunga, yang disisipi di dalam pasal 8AB. Di mana bank umum akan diwajibkan segera menyesuaikan ambang suku bunga kredit paling lama tujuh hari setelah BI menetapkan penyesuaian suku bunga acuannya.
Penambahan usulan klausul, ini kata Amir karena selama ini disaat BI sudah menyesuaikan, terutama saat menurunkan suku bunga kebijakan seven days repo rate (BI7DRR) tidak langsung diikuti oleh perbankan.
"Misanya sukubunga BI7DRR turun harusnya diikuti oleh perbankan. Karena selama ini turun, perbankan tetap saja. Artinya tujuan untuk pergerakan ekonomi tidak maksimal," tutur Amir.
Kendati demikian, pertimbangan penyesuaian bank umum untuk menyesuaikan suku bunga perbankan dalam tujuh hari, tentu masih akan mendapat masukan dari otoritas yang lain nantinya.
"Itu akan jadi debatable, itu akan menjadi pertimbangan. Konsepnya itu ketika ada perubahan suku bunga harusnya ikut. Jangan sudah dua tahun (turun), tapi kok gak berubah," jelas Amir.
Komisi XI mempercayai bahwa BI akan memperhitungkan sekali mengenai suku bunga kebijakan ini. "Insya Allah kalau itu sudah dihitung sama BI sebelum menentukan kebijakan," jelas Amir.
Dalam draf RUU PPSK, DPR juga diketahui menghapus Pasal 47 huruf c dalam substansi mengenai BI di dalam regulasi. Dalam Omnibus Law Keuangan tersebut, menghapus klausul mengenai larangan Anggota Dewan Gubernur alias Deputi BI untuk menjadi pengurus atau anggota partai politik.
Menurut Amir dihapuskan klausul tersebut di dalam Omnibus Law Keuangan, bukan artinya Deputi Gubernur BI boleh berpolitik. Namun, sumber daya manusia dari Deputi Gubernur BI boleh berasal dari kalangan politisi.
"Kan kita disini (kalangan politisi) banyak profesional yang banyak masuk sini. Artinya kita gak mau batasi, sepanjang dia punya kemampuan, kapasitas dan kompetensi, bisa masuk," jelas Amir.
Kendati demikian, Amir menekankan, apabila sang politisi tersebut sudah masuk menjadi Deputi Gubernur BI, mereka juga harus meninggalkan posisinya di partai politik.
Menurut Amir, usulan dari Komisi XI DPR untuk bisa menunjuk Deputi Gubernur BI dari kalangan politisi, tidak akan menimbulkan persepsi publik untuk 'menggoyang' independensi BI sebagai bank sentral.
Toh, melihat kinerja anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga tak jarang berasal dari kalangan politisi, mereka pada akhirnya bekerja secara profesional.
"Saya kira tidak (menimbulkan persepsi buruk masyarakat), seperti BPK selama ini professional. Padahal sebagian dari sini (kalangan politisi), setelah masuk sana juga profesional juga," jelas Amir.
"Mereka kan punya aturan atau undang-undang sendiri, artinya begitu dia masuk diikat oleh undang-undang. Jadi, kalau ada yang mengatakan bisa dipolitisasi, enggak lah," kata Amir lagi.
Mengenai kerahasiaan informasi, DPR menyisipkan satu pasal yakni Pasal 64A, yang pada intinya setiap perseorangan yang menjabat atau pernah menjabat sebagai anggota Dewan Gubernur BI, pejabat, atau pegawai BI dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan BI atau dijawabkan oleh UU.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20220926205625-17-375141/membedah-ruu-ppsk-begini-jadinya-nasib-bi-ojk-lps/5